BAB 5. MANUSIA DAN KEINDAHAN
A. KEINDAHAN
Keindahan adalah identik dengan kebenaran. Keduanya mempunyai nilai yang sama, yaitu abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Keindahan bersifat universal, yaitu tidak terikat oleh selera perseorangan , waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.
a. Arti Keindahan
Keindahan ialah suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Akan jelas dapat dinikmati jika telah dihubungkan dengan suatu bentuk atau karya yang dapat berkomunikasi, misalnya lukisan , pemandangan, alam, tubuh yang molek, film, nyanyian.
Menurut cakupannya , ada pembedaan antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan sebagai suatu benda tertentu yang indah. Terdapat perbedaan menurut luasnya pengertian, yakni:
a. Keindahan dalam arti yang luas
b. Keindahan dalam arti estetis murni
c. Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Keindahan dalam arti yang luas merupakan pengertian dari bahasa Yunani yang tercakup kebajikan. Menurut Plato adalah watak indah dan hukum indah, Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan menyenangkan. Plotinus menulis ilmu yang indah dan kebajikan yang indah.
Keindahan dalam arti estetis bagi Yunani disebut “symmetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan ( misalnya karya pahat dan arsitektur ) dan “harmonia” untuk keindahan berdasarkan pendengaran ( musik ).
Pengertian keindahan seluas-luasnya meliputi :
-keindahan seni
-keindahan alam
-keindahan moral
-keindahan intelektual
Keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
Keindahan dalam arti terbatas menyangkut benda-benda yang diserapnya dengan penglihatan, yaitu keindahan bentuk dan warna.
Pengertian keindahan dari penyamaan kwalita hakiki adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal, yaitu kesatuan ( unity ), keselarasan ( harmony ), kesetangkupan ( symmetry ), keseimbangan ( balance ) dan perlawanan ( contrast ).
Dan keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf juga merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara pencerapan inderawi kita. Sebagian filsuf mengartikan keindahan sebagai sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran.
A. NILAI ESTETIK
Dalam rangka teori umum tentang nilai, The Liang gie menjelaskan pengertian keindahan sebagai salah satu jenis nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan , disebut nilai estetik.
Dalam filsafat, istilah nilai dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan ( worth ) atau kebaikan ( goodness ). Dalam dictionary of sociology and related sciences diberi perumusan terperinci : “kemampuan yang dipercaya ada pada suatu benda untuk memuaskan keinginan manusia. Sifat benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau golongan ).
Pembedaan nilai antara nilai subyektif dan nilai obyektif atau nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan, penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik.
Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya ( instrumental/contributory value ), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu.
Nilai intrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.
Contoh:
( 1 ) Puisi. Bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, disebut nilai ekstrinsik.
Pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi disebut nilai intrinsik.
( 2 ) Tari. Tari Damarwulan – Minak jinggo suatu tarian yang halus dan kasar dengan segala macam jenis pakaian dan gerak-geriknya. Tarian merupakan nilai ekstrinsik, pesan yang ingin disampaikan oleh tarian ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan nilai instrinsik.
C KONTEMPLASI DAN EKSTANSI
Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan didasarkan pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi.
Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah.
Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah.
Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah.
Apabila kontemplasi dan ekstansi dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi ialah faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi merupakan faktor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan.
Drajad kontemplasi dan ekstansi berbeda-beda antara setiap manusia, tanggapan terhadap keindahan karua seni juga berbeda. Seorang seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman yang lebih menonjolkan faktor ekstansi sehingga dapat menikmati karya seni tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
B. RENUNGAN
Renungan adalah hasil merenung, memikirkan sesuatu. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada teori pengungkapan, teori metafisik, dan teori psikologik.
1. Teori pengungkapan
Dalil dari teori ini adalah seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia, artinya bertalian dengan yang dialami seniman saat menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi terkenal ialah filsuf Italia, Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya “Aesthetic as Science of Expresion and General Linguistic”. Beliau menyatakan Expression sama dengan intuition, yang adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan ( images ) misalnya images warna, garis dan kata.
Leo Tolstoi menyatakan kegiatan seni ialah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang seseorang telah mengalami dan memunculkan itu kemudian dengan perantaraan gerak, garis, warna, suara dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata memindahkan perasaan itu sehingga orang mengalami perasaan yang sama.
2. Teori metafisik
Merupakan salah satu teori tertua, Plato mengemukakan seni ialah suatu teori peniruan ( imitation theory ). Sesuai dengan metafisika Plato mendalilkan adanya dunia ide pada taraf tertinggi sebagai realita Ilahi dan pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi yang cerminan semu dan mirip realita Ilahi itu.
Di jaman modern, Filsuf Arthur Schopenhauer ( 1788-1860 ) mengemukakan seni adalah suatu bentuk dari pemahaman realita. Realita yang sejati adalah suatu keinginan ( will ) yang sementara. Dunia objektif sebagai ide hanya wujud luar keinginan selanjutnya ide-ide mempunyai perwujudan sebagai benda/ karya khusus.
3. Teori psikologik
Sebagian ahli estetik dalam abad modern menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seeorang seniman dan karya seni adalah bentuk terselubung/diperhalus yang diwujudkan keluar dari keinginan-keinginan itu.
Freedrick Schiler dan Herbet Spencer mengemukakan teori permainan. Menurut Schiller, seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energy yang harus dikeluarkan.
Menurut Spencer, permainan berperan untuk mencegah kemampuan-kemampuan mental manusia mengganggur dan menciut karna disia-siakan.
Teori penandaan ( Signification Theory ) yang memandang seni sebagai suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia. Karya seni adalah iconic signs dari proses psikologis yang berlangsung dalam diri manusia, khususnya tanda-tanda dari perasaannya.
C. KESERASIAN
Filsuf Inggris Herbert Read mendefinisikan keserasian adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita.
a. Teori Obyektif dan Teori Subyektif
The Liang Gie menjelaskan mencipta seni ada dua teori, yaitu teori obyektif dan subyektif yang pokoknya mengenai sifat dasar dari keindahan.
Pendukung teori obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat. Pendukung teori subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burke.
Teori obyektif berpendapat keindahan atau cirri yang mencipta nilai estetik adalah sifat ( kualita ) yang memang melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Pendapat lain menyatakan nilai estetik tercipta dengan terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada suatu benda.
Teori subyektif menyatakan ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seorang yang mengamati suatu benda. Adanya keindahan semata tergantung pada pencerapan dari pengamat .
2. Teori Perimbangan
Teori perimbangan tentang keindahan berawal dari bangsa Yunani Kuno dalam arti yang terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari benda-benda yang disusun ( mempunyai bagian-bagian ). Hubungan dari bagian-bagian yang menciptakan keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Keindahan hanya ada pada piiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-beda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa suatu keindahan yang berbeda-beda.
0 komentar:
Posting Komentar