Rangkuman Bab VI. Manusia dan Keadilan

BAB 7. MANUSIA DAN KEADILAN

A.  PENGERTIAN KEADILAN

Menurut Aristoteles, keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia, berarti sebagai titik tengah di antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.
Menurut Plato, memproyeksikan keadilan pada diri manusia, adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Menurut Socrates, memproyeksikan keadilan pada pemerintahan, sebagai pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat, adalah keadilan tercipta bila warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintahan sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Menurut Kong Hu Cu, keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya.
Menurut pendapat umum, keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan keewajiban, setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Makna keadilan ialah kita secara kesadaran etis menjalankan kewajiban dan berhak untuk menuntut hak sesuai kewajiban yang dijalankan.
Contoh keadilan : seorang karyawan yang menuntut haknya kenaikan upah, tentu harus berusaha menjalankan kewajiban dengan prestasi yang sesuai.

B.  KEADILAN SOSIAL

Sila dalam Pancasila di Negara Indonesia mengandung makna keadilan sosial, yaitu sila ke lima , berbunyi :” Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Bung Karno menyatakan prinsip pembauran kesejahteraan dan keadilan : “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.”
Bung Hatta menguraikan “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.”
Panitia ad-hoc Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara 1966 merumuskan :” Sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.”
Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila ( ekapraseria pancakarsa) mencantumkan : “ Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.”
Untuk mewujudkan keadilan sosial, perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
a.      Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
b.   Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
c.      Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
d.     Sikap suka bekerja keras
e.      Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untu mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama

Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, melalui delapan jalur pemerataan, yaitu :
1.     Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan
2.    Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3.   Pemerataan pembagian pendapatan
4.   Pemerataan kesempatan kerja
5.    Pemerataan kesempatan berusaha
6.   Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita
7.    Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8.   Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan

C.   BERBAGAI MACAM KEADILAN

A)  Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap  orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( The man behind the gun).
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian –bagian yang membentuk masyarakat. Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian.
B)  Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana apabila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dah hal-hal yang tidak sama secara tidak sama ( justice is done when equals are treated equally ).
Contoh : Ali bekerja selama 10 tahun akan dibedakan dengan Budi yang bekerja selama 5 tahun dalam hal pembagian hadiah. Ali menerima Rp.100.000,- dan Budi menerima Rp. 50.000,-. Jika besar mereka tidak sama, dinamakan ketidakadilan.
C)   Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.
Menurut Aristoteles, keadialn merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan merusak pertalian dalam masyarakat.
Contoh: seorang dokter yang menjalankan tugas pada pasien dengan baik. Akibatnya, hubungan mereka semula berubah menjadi status mencintai, sedangkan dokter telah berkeluarga. Maka akan menyebabkan kehancuran rumah tangga.

D.  KEJUJURAN

Kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Jujur berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum dan menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata dan yang masih terkandung dalam nurani berupa kehendak, harapan dan niat.
Pada hakekatnya kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk.
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfikir, nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Illahi. ( M. Alamsyah, 1986:83).
Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Getaran kejujuran dan ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya.
Bertolak ukur hati nurani, seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusia memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur.
Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan mengalami konflik batin, mengalami ketegangan, sifat kepribadiannya yang tunggal jadi terpecah dah mempengaruhi jasmani dan rohani yang menimbulkan penyakit psikoneorosa.
Nilai etis atau susila wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidakadilan dan berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain.
Hati nurani berkaitan erat juga dalam hubungna manusia dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat peka dalam hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepadaNya sebagai Sang Pencipta, selalu menaati perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Berbagai hal menyebabkan orang berbuat tidak jujur, karena tidak rela, pengaruh lingkungan, sosial ekonomi, terpaksa ingin popular, karena sopan santun dan untuk mendidik.

E.  KECURANGAN

Kecurangan berarti apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya atau seseorang memang dari hatinya telah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha dengan tidak wajar.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat di sekelilingnya hidup menderita. Agama tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, apalagi mengumpulkan harta dengan jalan curang.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan . Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya:
         1)    Aspek ekonomi
        2)   Aspek kebudayaan
        3)   Aspek peradaban
         4)   Aspek teknik

Menurut Pujowiyatno apabila keempat aspek dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.
Akan tetapi apabila manusia hatinya ada jiwa taman, iri, dengki, maka akan melakukan perbuatan yang melanggar norma dan terjadilah kecurangan, misalnya membohong, menipu, merampas, memalsu, dan sifat buruk lainnya.

F.   PEMULIHAN NAMA BAIK

Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati namanya tetap baik apalagi ia teladan bagi lingkungan sekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Peribahasa berbunyi : “ daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati daripada malu.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santu, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama, dan lain sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan baik dengan nama baik pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia :
1)  manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral
2) ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk   mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

Pada hakekatnya , pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak adalah tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptaanya sebagai manusia yaitu berbuat sesuai akhlak yang baik.
Ada tiga macam godaan, yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus ke dalam kenistaan karena demi memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar seperti fitnah, berbohong, suap,mencuri, merampok, dan jalan yang diharamkan.
Untuk memulihkan nama baik, manusia harus bertobat atau minta maaf, dan tercermin dalam bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan, dan sikap rela tawakal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.

G.  PEMBALASAN
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain, berupa perbuatan serupa, perbuatan seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menyatakan  bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikan pun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Hakekat perbuatan amoral ialah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban orang lain.
Oleh karena tiap manusia tidak mengkehendaki hak dan kewajibannya dilanggar , maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar